Pembatalan Perkawinan Dan Pelaksanaannya Di Indonesia
Abstract
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan dilaksanakan dengan memenuhi syarat-syarat perkawinan, apabila syarat- syarat perkawinan tidak dipenuhi, maka perkawinan tersebut dapat diajukan pembatalan. Pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan dengan putusan Pengadilan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaturan pembatalan perkawinan menurut Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah dirubah dengan Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Undang Undang Perkawinan) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI); dan untuk mengetahui implemantasi pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama. Metode yang digunakan yaitu melalui pendekatan yuridis normatif yang akan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier berupa peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang- undangan dan putusan-putusan hakim, buku-buku, jurnal, kamus dan ensiklopedi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:1) Pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang Undang Perkawinan dan Pasal 72 sampai dengan 76 KHI. Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : a) hubungan suami isteri dianggap tidak pernah ada, b) batalnya perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum anak dengan kedua orang tuanya, anak berhak mewaris terhadap orang tuanya dan kedua orang tua memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak tersebut, c) terhadap harta bersama, suami istri yang bertindak dengan itikad baik, tidak ada unsur kesengajaan untuk melangsungkan perkawinan dengan melanggar hukum yang berlaku, walaupun perkawinan itu dibatalkan oleh Pengadilan karena tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, tetap ada pembagian harta bersama. 2) Implementasi pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama dapat dilihat dari beberapa Putusan yaitu Putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 1185/Pdt.G/2010/PA.Pbr., Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa No. 2097/Pdt.G/2024/PA.Tgrs., Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta No. 239/Pdt.G/2024/PA.YK. yang pada pokoknya telah mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dan menyatakan Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama tidak berkekuatan hukum/ batal demi hukum. Namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor : 0271/Pdt.G/2024/PA.Bks., Majelis Hakim Pengadilan Agama Bekasi menyatakan gugatan pembatalan perkawinan yang diajukan Penggugat (isteri pertama) tidak dapat diterima dengan pertimbangan bahwa perkawinan yang dimohonkan pembatalan yang telah putus karena perceraian oleh keputusan Pengadilan tidak dapat dibatalkan terlebih lagi suami Tergugat sudah meninggal dunia.
Copyright (c) 2024 Jurnal Hukum Jurisdictie
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).