Tanggung Jawab Dewan Komisaris Dalam Tindak Pidana Korupsi Rp 16,8 Triliun Pt Asuransi Jiwasraya
Abstract
Kasus penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dana nasabah, yang kemudian menjadi perkara korupsi dana nasabah pada PT Asuransi Jiwasraya, telah menjadikan dua direksi dan satu kepala divisi perusahaan BUMN tersebut dipidana penjara dan denda, bersama tiga pimpinan perusahaan mitra. Namun tidak ada satu pun anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah. Padahal direksi dan dewan komisaris adalah sama-sama pengurus perseroan meskipun dengan fungsi berbeda: direksi sebagai pemimpin dan pengelola, dewan komisaris sebagai pengawas dan penasihat. Apalagi korupsi dana nasabah terjadi sepanjang dua periode direksi (2008-2013 dan 2013-2018) yang bersamaan waktunya dengan dua periode dewan komisaris (2009-2014 dan 2014-2019) di mana direktur utama, direktur keuangan, dan komisaris utama, orangnya sama. Penelitian ini mengajukan dua rumusan masalah: (1) Bagaimana kebijakan Direksi PT Asuransi Jiwasraya dalam bidang investasi dana nasabah dan bagaimana peran Dewan Komisaris PT Asuransi Jiwasraya dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penasihatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut selama dua periode kepengurusan (2008-2013 dan 2013-2018)? (2) Bagaimana tanggung jawab Dewan Komisaris PT Asuransi Jiwasraya yang tidak mengoptimalkan fungsi pengawasan dan penasihatan terhadap pelaksanaan investasi dana nasabah oleh Direksi PT Asuransi Jiwasraya selama dua periode kepengurusan (2008-2013 dan 2013-2018) demi mencegah kerugian perseroan? Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, penelitian deskriptif normatif ini menggunakan data sekunder berupa peraturan perundang- undangan, putusan pengadilan, laporan pemeriksaan keuangan, laporan tahunan perseroan, dan dokumen-dokumen perseroan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan dewan komisaris tidak optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penasihatan sehingga gagal mencegah kerugian perseroan dan nasabah. Dewan komisaris lebih banyak memuji daripada bersikap kritis terhadap kinerja direksi. Bahkan ketika dewan komisaris mendapatkan informasi atas banyaknya masalah investasi, tetapi tidak bisa mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut akibat akses informasi investasi ditutup oleh direksi, dewan komisari diam saja. Padahal dewan komisaris bisa melaporkan masalah investasi tersebut kepada pemegang saham (Menteri BUMN) dan pemegang otoritas industri asuransi (OJK). Bahkan demi mencegah kerugian perseroan, dewan komisaris bisa menghentikan sementara direksi. Tetapi semua itu tidak dilakukan sehingga bisa disebut dewan komisaris melakukan pembiaran atas terjadinya korupsi dana nasabah. Meskipun demikian Dewan Komisaris PT Asuransi Jiwasraya tidak dapat dituntut tanggung jawabnya atas pembiaran korupsi dana nasabah di PT Asuransi Jiwasraya, karena Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, tidak memberikan sanksi administrasi, sanksi perdata, maupun sanksi pidana terhadap dewan komisaris yang melakukan pembiaran atas terjadinya korupsi di perseroan.
Copyright (c) 2024 Jurnal Hukum Jurisdictie
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).